Jakarta, Norton News – dikutip dari detik.com, Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh dan bila tidak ditangani, dapat berkembang menjadi AIDS—tahap akhir yang merusak imunitas secara fatal. Meski belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, terapi antiretroviral (ART) terbukti efektif menekan jumlah virus hingga tidak terdeteksi dalam darah, memungkinkan ODHIV (Orang dengan HIV) hidup sehat lebih lama.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) periode Januari-Maret 2025 menunjukkan lonjakan 15.382 kasus HIV-AIDS, terdiri dari 10.532 kasus HIV dan 4.850 kasus AIDS. Jawa Timur mencatat kasus tertinggi dengan 2.599 laporan, disusul Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Papua mencatat positivity rate tertinggi sebesar 5,5 persen.
Kemenkes juga mengungkap bahwa sebagian besar kasus ditemukan pada kelompok laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), populasi umum, pasien tuberkulosis (TB), dan pelanggan pekerja seks. Kelompok populasi kunci seperti LSL, waria, pekerja seks, dan pengguna napza suntik menjadi segmen yang paling rentan.
Edukasi seksual menyeluruh dan tes HIV secara rutin sangat penting untuk menekan angka penyebaran. Pasalnya, HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya kerap tanpa gejala, terutama pada perempuan, sehingga sering tak terdiagnosis tepat waktu. Gejala HIV pun bervariasi—mulai dari demam, kelelahan, hingga pembengkakan kelenjar getah bening—dan dapat menyerupai penyakit lain, sehingga deteksi dini jadi satu-satunya cara memastikan status seseorang.
Pemerintah menargetkan eliminasi HIV dan IMS pada 2030 dengan strategi 95-95-95: 95 persen ODHIV mengetahui statusnya, 95 persen dari mereka mendapat pengobatan, dan 95 persen yang diobati mencapai supresi virus. Untuk itu, Kemenkes akan terus memperluas layanan tes dan terapi sebagai bentuk perlindungan komunal terhadap penyebaran HIV di Indonesia.














































You must be logged in to post a comment Login